Idulfitri atau Lebaran merupakan hari raya umat Islam yang jatuh setiap tanggal 1 Syawal Hijriah. Penentuan kalender Hijriah dilakukan berdasarkan peredaran bulan, sehingga Idulfitri dirayakan pada tanggal yang berbeda-beda setiap tahunnya dalam kalender Masehi yang kini digunakan sebagai tahun internasional. Perbedaan ini tidak hanya terjadi dalam tanggal perayaannya, namun dalam cara umat muslim di seluruh belahan dunia merayakannya. Bahkan di Indonesia, setiap daerah memiliki keunikannya masing-masing dalam cara menyambut lebaran.
Di Tanah Minang, ada 6 cara khusus merayakan momen spesial ini. Tradisi pertama adalah pulang basamo alias mudik. Namun yang membedakan tradisi ini dari mudik pada umumnya adalah Ikatan Keluarga Minang di tanah rantau masing-masing akan pulang bersama-sama. Bahkan jika ada anggota yang tidak bisa pulang terkait masalah biaya, ikatan keluarga ini akan berpatungan ongkos. Para pemudik ini juga sering disambut spanduk saat pulang ke tanah kelahirannya. Di kampung halaman, para penetap dan perantau akan menggelar acara hiburan dan bakti sosial serta penggalangan dana untuk membangun kampung. Saat lebaran berakhir, masyarakat akan melepas perantau sambil diiringi doa.
Tradisi kedua adalah Menambang, yang biasa dilakukan anak-anak untuk melatih mereka bersosialisasi. Seusai salat Ied, mereka akan berkumpul dan bersama-sama mendatangi rumah-rumah tetangga. Tuan rumah akan menyambut dengan THR.
Tradisi berikutnya adalah Manjalang (Maanta Lamang) yang dilakukan oleh para istri sepekan menjelang hari raya tiba. Mereka akan mendatangi rumah mertua dan keluarganya dengan buah tangan kuliner khas Padang, seperti lamang tapai ketan, lapek sipuluik, ondeh-ondeh, nasi dan sambal. Tradisi ini bertujuan mempererat silaturahmi antara istri dan keluarga suami.
Selanjutnya adalah Kabau Sirah. Kerbau akan dipotong secara berkelompok dari setiap surau (pusat keagamaan) suku. Hasil sembelihan akan diolah menjadi berbagai jenis masakan khas Padang, yang kemudian dibagikan ke masyarakat.
Tradisi kelima adalah Bantai Adat, yang hampir mirip dengan Kabau Sirah. Masyarakat menyembelih sejumlah hewan yang kemudian dibagikan ke seluruh warga. Setiap orang bisa memesan daging sesuai kebutuhan. Biasanya banyak yang akan memesan dalam jumlah besar, karena daging itu akan kembali dibagi dengan sanak saudara.
Yang terakhir dan barangkali yang paling melegenda adalah penyajian kue VOC. Konon kue ini sudah ada sejak masa penjajahan Belanda, makanya dinamakan demikian. Kue ini sangat digemari orang Belanda pada saat itu. Biasanya toko yang menjual kue ini memajang kue tersebut di dalam sebuah lemari tua antik.
Featured Image: https://www.flickriver.com/photos/158057838@N08/36746223436/