Pada tahun 1654 ada seorang sastrawan yang tinggal di Imsil (Korea Selatan) yang mengklaim bahwa dia bisa mengendalikan roh, dan bahwa dua penjaga iblis terus-menerus menuruti perintahnya. Suatu hari dia sedang duduk dengan seorang teman bermain catur, mereka sepakat bahwa yang kalah dalam setiap permainan harus membayar minuman. Temannya kalah namun menolak untuk membayar, sehingga si sastrawan berkata, “Jika kau tidak membayar, aku akan membuatmu kepanasan.” Pria itu, bagaimanapun, menolak, sampai akhirnya si sastrawan, dengan jengkel, memunggungi dia dan tiba-tiba berbicara ke udara seolah-olah sedang memberi perintah. Pria itu berlari melewati halaman untuk melarikan diri, tetapi sebuah tangan tak terlihat menahan tubuhnya, dan memberikan kepadanya serangkaian pukulan yang terdengar keras hingga meninggalkan bekas luka biru. Tidak dapat menahan rasa sakitnya lebih lama, mengatakan ia menyerah, dan kemudian si sastrawan tertawa dan membiarkannya pergi.

Di lain waktu ia duduk bersama seorang temannya, sementara di desa sebelahnya sedang berlangsung upacara pengusiran setan, dengan gendang dan gong dipukul dengan keras. Si sastrawan tiba-tiba bergegas keluar ke hutan bambu yang berada di belakang yamen (kantor/kediaman birokrat) dan terlihat sangat marah. Dengan mata melotot, dia berteriak, dan menarik lengan bajunya seolah-olah untuk melepas amarah. Setelah beberapa saat dia berhenti. Temannya, yang menganggap ini pertunjukan yang aneh, bertanya apa yang si sastrawan lakukan. Jawabannya adalah, “Sekelompok setan datang dari desa sebelah dan berkumpul di hutan bambu; jika aku tidak mengusir mereka, masalah akan mendatangi kota, dan karena itu saya berteriak.”

Pada kesempatan lain, si sastrawan melakukan perjalanan dengan seorang teman. Tiba-tiba, di tengah jalan, dia memanggil ke udara, berkata, “Lepaskan dia, biarkan dia pergi, kataku, atau aku akan membuatmu dihukum berat. ”

Penampilannya begitu aneh dan mengancam sehingga temannya menanyakan penyebabnya. Kali ini si sastrawan tidak memberikan jawaban, dan mereka melanjutkan perjalanan.

Malam itu mereka memasuki sebuah desa di mana mereka ingin bermalam, tetapi pemilik rumah tempat mereka menyewa kamar mengatakan bahwa ia sedang sakit, dan meminta mereka untuk pergi. Namun, mereka bersikeras, sampai akhirnya si pemilik rumah mengirim seorang pelayan untuk mengusir mereka. Sementara para wanita menyaksikan kejadian itu melalui celah-celah jendela, dan mereka berbisik-bisik kaget, sehingga si sastrawan itu mendengar mereka.

Beberapa menit kemudian pemilik rumah mendatangi mereka dan dengan cara yang paling rendah hati hingga tahap hina, meminta mereka untuk kembali ke penginapan di rumahnya. Dia berkata, “Saya memiliki seorang putri, Tuan, dan dia jatuh sakit hari ini dan meninggal, dan setelah beberapa waktu hidup kembali. Katanya, ‘Setan menangkapku dan membawa jiwaku ke jalan utama, di mana kami bertemu dengan seorang pria, yang menghentikan kami, dan dengan nada keras mengusir roh itu hingga membiarkanku pergi, dan aku bisa hidup kembali.’ Dia melihat Yang Mulia melalui celah jendela, dan katanya Anda adalah pria itu. Saya kehabisan akal untuk mengetahui apa yang harus saya katakan kepada Anda. Apakah Anda seorang genii (genie) atau Anda seorang Buddhis, yang begitu luar biasa hingga dapat menghidupkan kembali orang mati? Saya ingin menawarkan minuman kecil ini; tolong terima.”

Sastrawan itu tertawa dan berkata, “Omong kosong! Hanya bualan wanita. Bagaimana saya bisa melakukan hal-hal seperti itu?” Si sastrawan kemudian hidup selama tujuh atau delapan tahun lebih sebelum akhirnya meninggal.

Featured Image: https://www.pinterest.co.kr/kowegaon/%ED%8A%B8%EB%A0%88%EC%9D%B4%EC%8B%B1-%EC%9E%90%EB%A3%8C/

About the author: Izzah S.
Tell us something about yourself.
error: Content is protected !!