Pelabuhan Sunda Kelapa di kelurahan Penjaringan, kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara dan desa di sekitarnya merupakan cikal-bakal kota Jakarta. Pelabuhan ini milik Kerajaan Sunda (Kerajaan Pajajaran) yang beribu kota di Pakuan Pajajaran (sekarang Bogor). Pelabuhan ini dikenal semenjak abad ke-12 namun diperkirakan sudah ada sejak abad ke-5 dengan sebutan ‘Sundapura’ pada zaman kekuasaan Kerajaan Tarumanagara.

Kapal-kapal asing banyak berdatangan dari Cina, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah. Mereka membawa barang-barang seperti kuda, anggur, kopi, porselen, wangi-wangian, sutra, kain, dan zat warna. Sementara Kerajaan Sunda menawarkan rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang saat itu.

Pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, penjelajah dari Eropa mulai bermunculan di Pelabuhan ini. Salah satunya penjelajah dari Portugis bernama Tome Pires. Dalam jurnalnya ia menggambarkan pelabuhan Sunda Kelapa ramai disinggahi pedagang-pedagang dari Sumatra, Malaka, Sulawesi Selatan, Jawa dan Madura. Mereka memperdagangkan hewan potong, beras, sayuran, buah-buahan lada, hingga emas. Ia juga mendeskripsikan bahwa pelabuhan ini terbentang sekitar satu atau dua kilometer di kedua tepi sungai Ciliwung, tepatnya di dekat muara yang terletak di teluk dan terlindung oleh beberapa pulau. Sungainya memungkinkan 10 kapal dagang dengan muatan masing-masing sekitar 100 ton untuk masuk. Kapal-kapal tersebut umumnya milik orang-orang Melayu, Cina, Jepang dan daerah (Indonesia) Timur. Kapal-kapal Portugis yang memiliki kapasitas muatan lebih besar yaitu antara 500-1.000 ton harus berlabuh di sisi depan pantai. Sementara barang-barang dagangan milik Kerajaan Sunda diangkut dengan lanchara (kapal yang muatannya kurang-lebih 150 ton).

Berkas:Padrao sunda kelapa.jpg

Padraõ | Sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Padrao_sunda_kelapa.jpg

Pada tahun 1522, Raja Sunda mengulurkan aliansi kepada bangsa Portugis sebagai upaya melindungi diri dari kerajaan-kerajaan lain. Gubernur Alfonso d’Albuquerque yang berkedudukan di Malaka (Malaysia) mengutus Henrique Leme untuk menghadiri undangan tersebut. Mereka sepakat membantu Kerajaan Sunda membangun benteng keamanan di Sunda Kalapa. Sebagai gantinya orang Portugis diizinkan membuat loji (perkantoran dan perumahan yang dilengkapi benteng) di Sunda Kelapa. Raja Sunda juga memberikan 1.000 keranjang lada sebagai tanda persahabatan. Untuk menandai perjanjian ini dibuat sebuah padraõ (batu peringatan). Padraõ itu ditemukan kembali pada tahun 1918 di Jalan Cengkeh dan Jalan Nelayan Timur di Jakarta. Kini batu peringatan tersebut disimpan di Museum Nasional.

 

Featured Image: https://www.indonesia.go.id/ragam/budaya/sosial/kronik-sejarah-kota-pelabuhan-sunda-kelapa

error: Content is protected !!