Pada zaman dahulu hiduplah seorang Pemanah, yang rumahnya dekat dengan Gerbang Air Seoul. Dia adalah orang yang sangat kuat dan terkenal karena keberaniannya.
Gerbang Air mengacu pada sebuah lubang di bawah tembok kota, di mana perairan Grand Canal menemukan jalan keluarnya. Di dalamnya ada palang besi untuk mencegah orang masuk atau keluar lewat jalan itu.
Pada suatu sore ketika Pemanah ini sedang berjalan-jalan, seekor ular besar terlihat sedang melata melalui Gerbang Air. Kepala ular itu sudah lewat di antara jeruji, tetapi tubuhnya, karena lebih besar, tidak bisa melewatinya, jadi di sana ia tertahan. Pemanah itu menarik panahnya dan memasangkannya ke tali, kemudian membidik kepala ular itu. Kepalanya terluka parah, makhluk itu pun mati. Pemanah kemudian menarik mayatnya keluar, menumbuknya menjadi bubur, kemudian meninggalkannya.
Tidak lama kemudian istri pria itu mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki. Sejak awal anak itu takut pada ayahnya, dan ketika melihatnya, ia menangis dan tampak sangat ketakutan. Saat tumbuh, ia semakin membenci sosok ayahnya. Pemanah itu merasa curiga akan hal ini, dan karenanya, alih-alih mencintai putranya, ia juga menjadi tidak menyukai putranya.
Pada suatu hari, ketika hanya ada mereka berdua di rumah, si Pemanah berbaring untuk tidur siang, menutupi wajahnya dengan lengan bajunya, tetapi sambil mengawasi putranya untuk melihat apa yang akan dia lakukan. Anak itu memelototi ayahnya. Karena mengira ayahnya tertidur, ia mengambil pisau dan menusuk ayahnya. Si Pemanah itu melompat, mengambil pisau, dan kemudian dengan tongkat memukul anak itu hingga membuatnya mati di tempat. Si Pemanah menumbuk jasad putranya hingga menjadi bubur, kemudian pergi meninggalkannya.
Sang ibu, dengan berlinang air mata, menutupi sosok kecil itu dengan selimut dan bersiap untuk menguburkan putranya. Sesaat selimut mulai bergerak, dan dengan ketakutan ia mengangkatnya untuk melihat apa yang terjadi. Di bawah selimut itu si anak telah hilang dan di sana berbaring melingkar seekor ular besar sebagai gantinya. Sang ibu melompat mundur ketakutan, meninggalkan rumah dan tidak masuk lagi.
Ketika malam tiba, sang suami kembali dan mendengar cerita mengerikan dari istrinya. Dia masuk untuk melihat, dan sekarang sisa jasad putranya telah bermetamorfosis menjadi ular besar. Di kepalanya ada bekas luka panah yang pernah ia tembakkan. Si Pemanah berkata kepada ular itu, “Kamu dan aku awalnya bukan musuh, oleh karena itu aku melakukan kesalahan ketika memanahmu seperti yang aku lakukan; tapi niatmu untuk membalas dendam dengan menjadi putraku adalah perbuatan yang mengerikan. Hal seperti ini adalah bukti bahwa kecurigaanku terhadapmu benar dan adil. Kau menjadi anakku untuk membunuh aku, ayahmu; mengapa, oleh karena itu, aku tidak boleh membunuhmu? Jika kau mencobanya lagi, momen itu pasti akan berakhir dengan aku menghabisi hidupmu. Kau telah membalas dendam, dan sekali lagi bertransmigrasi ke bentuk aslimu, mari kita tinggalkan masa lalu dan berteman mulai sekarang. Bagaimana pendapatmu?”
Si Pemanah mengulangi perkataannya dengan mendesak, sementara ular dengan kepala tertunduk tampaknya mendengarkan dengan seksama. Si Pemanah kemudian membuka pintu dan berkata, “Sekarang kamu boleh pergi sesukamu.” Ular itu kemudian pergi, langsung menuju Gerbang Air, dan pingsan di antara jeruji. Si ular tidak pernah muncul lagi.
Featured Image: https://m.blog.naver.com/PostView.naver?isHttpsRedirect=true&blogId=cradmaser&logNo=80180565075