Beberapa tahun yang lalu seorang pejabat terkenal menjadi hakim di Kabupaten Ko-song, Korea Utara. Pada suatu hari seorang tamu dating bertamu untuk memberi hormat. Ketika siang tiba, sang hakim menghidangkan sepiring sup  ikan skate di meja makan untuknya. Ketika si tamu melihat sup, ia memalingkan wajah sembari berkata, “Hari ini saya berpuasa dari daging, jadi mohon maaf.” Wajah si tamu juga berubah menjadi sangat pucat dan air mata mulai mengalir. Sang hakim menganggap perilaku ini aneh dan mencoba bertanya, “Ada apa?” beberapa kali kepadanya. Si tamu akhirnya tak bisa menahan diri dan mengucurkan kisahnya.

“Hamba Anda yang rendah hati,” katanya, “dalam hidupnya telah bertemu dengan banyak pengalaman yang tidak pernah terdengar dan tidak menyenangkan, yang tidak pernah dia ceritakan kepada jiwa yang hidup, tetapi sekarang Yang Mulia menanyakannya kepada saya, saya tidak dapat menahan diri untuk tidak mengatakannya. Ayah hambamu adalah seorang yang sangat tua, hampir seratus tahun, ketika suatu hari beliau terserang demam tinggi, hingga tubuhnya bagaikan tungku yang menyala-nyala. Melihat penderitaan yang beliau hadapi, kami anak-anaknya berkumpul sambil menangis, berpikir bahwa waktu kepergian ayah pasti telah tiba. Tetapi beliau hidup, dan beberapa hari kemudian berkata kepada kami, ‘Aku dibebani dengan panas yang begitu hebat dalam penyakit ini sehingga aku tidak dapat menahannya lebih lama. Aku ingin pergi ke tepi sungai yang mengalir di depan rumah dan disegarkan olehnya. Jangan melanggar perintahku sekarang, tetapi bawa aku segera ke sana.”

“Kami memprotes dan meminta beliau untuk tidak melakukan hal itu, tetapi ayah menjadi sangat marah, dan berkata, ‘Jika kalian tidak melakukan seperti yang aku perintahkan, kalian akan menjadi penyebab kematianku’; dan karena itu kami mengantarnya ke tepi sungai. Saat melihat air, ayah sangat senang, dan berkata, ‘Air yang mengalir jernih menyembuhkan penyakitku.’ Sesaat kemudian ayah melanjutkan, ‘Aku ingin menyendiri sebentar. Pergilah ke hutan dan tunggu sampai aku menyuruh kalian kembali.’

“Kami kembali protes, tetapi ayah menjadi sangat marah, sehingga kami tidak berdaya. Kami takut jika kami bersikeras, penyakitnya akan bertambah parah, jadi kami terpaksa menyerah. Kami pergi agak jauh dan kemudian berbalik untuk melihat, ketika tiba-tiba ayah bangkit dari tempat dia duduk. Kami bergegas kembali untuk melihat apa yang terjadi. Ayah telah menanggalkan pakaiannya dan menceburkan diri ke dalam air yang berlumpur. Tubuhnya sudah setengah bermetamorfosis menjadi ikan skate. Kami melihat transformasinya dalam ketakutan dan tidak berani mendekatinya. Ayah berubah menjadi ikan besar yang terjun dan berenang di air dengan sangat gembira. Ayah memandang kembali ke arah kami seolah-olah sudah tidak tahan untuk pergi, dan sesaat kemudian beliau pun pergi, memasuki laut dalam, dan tidak muncul lagi.”

“Di tepi sungai tempat dia mengubah wujudnya, kami menemukan kuku jari dan giginya. Kami menguburnya, dan hari ini sebagai keluarga kami semua menjauhkan diri dari ikan skate, dan ketika kami melihat tetangga menggoreng atau memakannya, kami diliputi rasa jijik dan ngeri.”

Featured Image: https://www.korea.net/TalkTalkKorea/English/community/community/CMN0000005543

About the author: Izzah S.
Tell us something about yourself.
error: Content is protected !!