Sinema Hindi, sering dikenal sebagai Bollywood dan sebelumnya sebagai sinema Bombay, adalah industri film berbahasa Hindi India yang berbasis di Mumbai (dulunya Bombay). Istilah ini merupakan gabungan dari “Bombay” dan “Hollywood”. Industri ini berkaitan dengan Sinema India Selatan dan industri film India lainnya yang terbesar di dunia berdasarkan jumlah film yang diproduksi.
Sejarah Bollywood bisa ditelusuri hingga tahun 1897. Seorang Profesor dari Paris bernama Stevenson menampilkan pertunjukan panggung di Teater Bintang Calcutta. Dengan dorongan dan kamera milik Stevenson, Hiralal Sen, seorang fotografer India, membuat film dari adegan-adegan dari pertunjukan itu dan diberi judul The Flower of Persia serta ditayangkan satu tahun setelahnya. Tahun 1899 film ini disusul dengan film The Wrestlers oleh H. S. Bhatavdekar yang menunjukkan pertandingan gulat di Hanging Gardens di Bombay.
Tahun 1930-an dan 1940-an adalah masa yang penuh gejolak; India diterpa Depresi Hebat, Perang Dunia II, gerakan kemerdekaan India, dan kekerasan akibat pemisahan India dan Pakistan. Sejumlah pembuat film mengangkat masalah sosial yang sulit atau perjuangan kemerdekaan India sebagai latar belakang film mereka.
Seorang sutradara bernama Khan Bahadur Ardeshir Irani membuat film berwarna pertama di India pada tahun 1937 dengan judul Kisan Kanya. Tahun berikutnya, ia membuat versi berwarna Mother India. Namun, warna tidak menjadi fitur populer dalam industri film sampai akhir 1950-an. Pada tahap ini, film musikal romantis yang mewah dan melodrama menjadi sangat populer.
India mencapai Zaman Keemasannya dalam industri film pada akhir 1940-an hingga awal 1960-an, setelah kemerdekaan. Beberapa film Hindi yang paling diakui secara kritis sepanjang masa diproduksi selama masa ini. Contohnya termasuk Pyaasa (1957) dan Kaagaz Ke Phool (1959), disutradarai oleh Guru Dutt dan ditulis oleh Abrar Alvi; Awaara (1951) dan Shree 420 (1955), disutradarai oleh Raj Kapoor dan ditulis oleh Khwaja Ahmad Abbas, dan Aan (1952), disutradarai oleh Mehboob Khan dan dibintangi oleh Dilip Kumar. Film-film tersebut mengeksplorasi tema-tema sosial, terutama yang berhubungan dengan kehidupan kelas pekerja di India khususnya kehidupan perkotaan. Awaara menampilkan kota sebagai mimpi buruk dan mimpi, sementara Pyaasa mengkritik kehidupan perkotaan yang tidak nyata.
Pada tahun 1970, sinema Hindi menjadi stagnan karena didominasi oleh film-film roman musikal. Namun kedatangan duo penulis skenario Salim-Javed membawa perubahan paradigma dan merevitalisasi industri film. Mereka memulai genre baru yaitu kejahatan dan kekerasan dunia bawah tanah Bombay seperti Zanjeer (1973) dan Deewaar (1975). Salim-Javed juga menafsirkan kembali tema pedesaan dalam film Mother India (1957) karya Mehboob Khan dan Gunga Jumna (1961) karya Dilip Kumar dalam konteks perkotaan kontemporer, yang mencerminkan iklim sosial-ekonomi dan sosial-politik India tahun 1970-an dan penyaluran ketidakpuasan massal, kekecewaan dan pertumbuhan permukiman kumuh yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan tema anti kemapanan dan yang melibatkan kemiskinan perkotaan, korupsi, dan kejahatan.
Tahun 1990-an menjadi era “New Bollywood”. Bollywood kontemporer terkait dengan liberalisasi ekonomi di India selama awal 1990-an. Pada awal dekade, pendulum berayun kembali ke musikal romantis yang berpusat pada keluarga. Film aksi dan komedi juga mulai menjamur tahun 2000-an. Tahun 2010-an mulai muncul film-film yang berpusat pada wanita seperti The Dirty Picture (2011), Kahaani (2012), dan Queen (2014), Parched (2015), dan Pink (2016).
Featured Image: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:India_film_clapperboard_(variant).svg