Pusat Susu Bandung alias Bandoengsche Melk Centrale (BMC) bisa dikatakan sebagai tempat pengolahan susu yang paling modern pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda. Berlokasi di Jalan Aceh nomor 30, pusat pengolahan ini pertama dibangun tahun 1928. Ide pendiriannya disebabkan oleh meningkatnya produksi susu dari peternakan-peternakan sapi di Bandung, namun banyak peternak yang tidak memiliki alat pengolahan susu yang memadai untuk mengawetkan. Meski begitu, pembangunan tidak serta-merta berlangsung mulus karena diwarnai pro dan kontra di antara peternak dan produsen susu. Banyak yang merasa khawatir pendirian pusat pengolahan susu ini justru akan merugikan peternak dan produsen kecil, tapi akhirnya perdebatan dapat terselesaikan. Uniknya meski sudah hampir seabad berlalu, bentuk bangunan BMC tidak mengalami banyak perubahan karena pada akhir tahun 1980-an bangunan tersebut ditetapkan sebagai cagar budaya.

Bagunan bergaya Art Deco Geometric itu dibagi menjadi dua bagian. Bagian belakang menjadi kantor sekaligus instalasi pengolahan di mana susu tidak hanya diolah menjadi susu pasteurisasi, melainkan menjadi mentega, keju, es krim, bahkan susu bubuk. Pengolahan susu dilakukan oleh orang pribumi dan diawasi oleh Veterinair-Hygienischen en Burgerlijken Volksgezondheids Dienst (Dinas Kesehatan dan Kebersihan Hewan dan Kesehatan Masyarakat). Hasil olahan ini kemudian dijual di kedai bagian depan yang kerap kali menjadi tempat bersantai orang-orang Belanda. Selain berjualan di gedung sendiri, BMC juga melakukan pengiriman ke rumah-rumah pelanggan dengan kurir yang menggunakan sepeda.

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, BMC berganti nama menjadi Koperasi Soesoe Bandoeng dan dikelola oleh Pemerintahan Militer Kota Bandung (Bandoeng Tiku Seimubu). Namun pada masa perang kemerdekaan, Koperasi Soesoe Bandoeng direbut kembali oleh Pemerintahan Sipil Hindia Belanda/Nederlandsch Indische Civiele Administratie (NICA) yang tetap menyebutnya sebagai BMC. Setelah perang berakhir, perintah nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda resmi turun pada 1957. Sejak itu BMC dikelola oleh Komando Daerah Militer III Siliwangi sebelum akhirnya diserahkan ke Departemen Peternakan dua tahun kemudian. Lalu pada tahun 1965 BMC diserahkan ke bawah pengelolaan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, tepatnya di bawah Perusahaan Daerah Kerta Sari Mamin.

Namun perang dan pergantian kepemilikan telah mengakibatkan minimnya modal serta menyebabkan peralatan tidak terurus sehingga BMC bisa dikatakan tidak aktif hingga 17 Juni 2002, tepatnya setelah PT Agronesia menghidupkannya kembali. Kini BMC juga menjual Yogurt Cocktail, Yogurt Shake, Yogurt Stick, Ice Cream Tart Mini Tiramisu, Ice Cream Tart Mini Black Forest, Kefir, Shalimar, Milkshake dan berbagai varian rasa susu lainnya. Selain produk olahan susu, BMC menyediakan hidangan utama seperti Sup Buntut Goreng, Iga Bakar, Nasi Timbel, Mie Yamin, hingga hidangan khas Italia yaitu Schotle lengkap dengan Mozzarella.

Restoran BMC | Sumber: traveloka.com

 

Featured Image: https://food.detik.com/info-kuliner/d-2922940/bandoengsche-melk-centrale-pusat-susu-masa-kolonial-yang-masih-populer

About the author: Izzah S.
Tell us something about yourself.
error: Content is protected !!