Ditengah perang yang masih panas antara Indonesia dan Belanda, pada 3 Juli 1920, yang sekarang dikenal dengan nama Institut Teknologi Bandung, yang dibuka. Kala itu, Techniche Hoogeschool te Bandoeng menjadi perguruan teknik pertama di Hindia Belanda. Di pagi yang cerah pada saat akan dilakukan peresmian Techniche Hoogeschool te Bandoeng di Dagostraat, yang kini dikenal dengan jalan Dago. Didepan Dago Thee Huis, ditemukan seorang tentara Indonesia yang sedang terduduk memegang senjata yang diarahkan kedalam mulutnya, dengan keadaaan sudah bersimbah darah akibat luka tembakan. Warga sekitar yang kaget, segera mencari bantuan.

Kejadian tersebut dimulai pada malam sebelumnya, tentara yang diketahui bernama Sujoni Tatang, yang lebih dikenal dengan panggilan Joni, sedang berpatroli keliling Dago Straat untuk mengamankan kawasan Techniche Hoogeschool te Bandoeng yang akan diresmikan besok. Didalam kegelapan yang kelam, tanpa Joni sadari, ada seorang yang datang menerjangnya. Dengan gerakan yang cepat, orang tersebut membekap Joni dan membawanya masuk kedalam mobil. Joni dijadikan tawanan oleh sekawanan tentara lainnya. Joni dibawa ke sebuah hutan dan di hutan itulah Joni dieksekusi tewas oleh para tentara. Kepala Joni ditembak dengan senapan hingga peluru tembus dari kepalanya. Joni yang sudah tidak bernyawa, dibawa kembali ke Dago Straat dan diletakkan didepan Dago Thee Huis, senapan yang dibawa oleh Joni sengaja dimasukkan kedalam mulutnya untuk memberikan efek dratewass bagi siapa yang menemukan jasadnya.

Joni merupakan seorang tentara perang yang handal. Dirinya terkenal tidak pernah kenal takut dengan musuh, dan selalu baik kepada sesamanya. Joni yang merupakan sosok setia kawan dan selalu membantu kawannya yang mengalami kesusahan. Joni sendiri tidak takut untuk membela teman-temannya ketika temannya berhadapan dengan musuh. Kematian Joni membawa duka yang sangat mendalam bagi kerabat dan keluarganya. Hari dimana seharusnya Joni ikut kedalam peresmian Techniche Hoogetschool te Bandoeng sebagai salah satu tentara penjaga, malah berujung menjadi hari terakhir Joni di dunia.

Di pagi yang cerah itu, seorang Kakek yang sedang berjalan melintas di Dago Straat terkaget-kaget melihat mayat Joni yang sudah terbujur kaku. Tanpa berpikir panjang, Kakek langsung mencari pertolongan yang bisa segera didapatkannya. Bertemulah Kakek dengan Maman Suherman. Maman merupakan seorang polisi yang sedang bertugas untuk menjadi salah satu penjaga di peresmian Techniche Hoogeschool te Bandoeng. Maman yang melihat mayat Joni, langsung menghubungi kantor kepolisian agar segera dikirimkan bantuan. Setelah melalui penyelidikan, diduga Joni tewas pada malam sebelumnya. Tidak ada satu pun saksi mata yang melihat dan mengetahui apa yang terjadi pada Joni. Kakek yang dikenal dengan nama Endang Koswara itu, langsung menghilang dari TKP ketika Maman sudah mulai bergerak.

Teman-teman Joni tidak terima dengan kepergian Joni, mereka meminta bantuan kepada polisi setempat agar mengusut kasus ini lebih dalam lagi. Joni memang dikenal bukan hanya diantara para tentara perang saja, tapi juga diantara polisi setempat. Atas nama kebersamaan, polisi ikut andil dalam mengusut kematian Joni. Mereka semua merasa kehilangan mendalam. Selama ini tidak pernah terlihat Joni memiliki musuh. Atau jangan-jangan, ada yang diam-diam menyimpan dendam dengan Joni?

Bambang Nabawi sebagai salah satu polisi yang bertugas untuk mengusut kematian Joni, mulai menjalankan misinya. Dengan menyusuri TKP, dirinya mencoba mencari petunjuk yang ditinggalkan oleh pelaku. Namun nihil. Tidak ada satu bukti apapun yang tertinggal. Bahkan sebuah jejak kaki pun tak ada. Seakan Joni berjalan sendiri ke TKP lalu melakukan bubuh diri. Sungguh cantik pelaku membersihkan TKP ini.

3 hari setelah kematian Joni, hasil visum dari Joni pun dikeluarkan. Joni mengalami luka tembak yang membuatnya meninggal seketika. Dan tidak ditemukannya bukti perlawanan dari Joni. Kejanggalan demi kejanggalan terus terjadi. Hingga pada satu malam, pada saat Bambang sedang akan tertidur di rumahya, dia mendengar sebuah suara yang memanggil namanya.

Bambang yang terbangun, siap siaga dengan senjata ditangan untuk berjaga-jaga jikalau ada orang jahat yang akan merampok rumahnya. Namun yang ditemukan oleh Bambang hanyalah sebuah kertas yang tergeletak di meja makan, dengan tulisan “Cari dia”. Bambang seketika tersentak. Siapa yang dimaksud oleh tulisan itu? Siapa yang harus Bambang cari. Dengan cepat Bambang menyimpan kertas berisi tulisan itu didalam buku catatannya, lalu Bambang pun kembali tidur sambil terus memikirkan kejadian barusan.

Keesokan paginya, Bambang mulai mencari jejak-jejak kematian Joni kembali. Bambang kembali menelusuri TKP, kembali berharap ada sesuatu yang terlewatkan. Namun tetap saja usahanya tidak membuahkan hasil. Kemudian Bambang mulai bergerak kepada teman-teman seperjuangan Bambang, para tentara yang ikut berperang bersama Bambang untuk menjaga Bandung dari serangan musuh. Bambang memiliki firasat bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Joni selama ini.

Firasat itu membawa Bambang untuk pergi ke sebuah tempat. Sebuah rumah di jalan Pedati, yang kini telah berganti nama dengan jalan Braga atau Braga Street. Jalan Pedati yang merupakan perumahan kecil, hanya terdiri dari beberapa rumah saja yang dihuni oleh pemiliknya. Bambang menyusuri jalan, dan sampailah dirinya di depan sebuah rumah berpagar pendek, bercat putih. Sebuah rumah apik dengan pekarangan depan yang ditumbuhi tanaman-tanaman yang terawat dengan baik.

Pada waktu  prosesi pemakaman Joni, Bambang hadir disana dalam kejauhan. Bambang tidak berhenti melakukan penyelidikan walaupun sedang dalam kedukaan. Dibalik sebuah pohon yang rindang, Bambang melihat ada seorang gadis yang tersungguk sedih menatap jenazah Joni yang sedang dibawa dalam keranda. Gadis tersebut berdiri agak jauh dari pemakan dan terlihat tidak ingin terlalu dekat. Dia hanya terus menatap dengan kesedihan yang terpancar jelas di matanya. Bambang mengenali gadis itu sebagai Euis Neneng. Euis merupakan gadis dari keluarga berada yang tinggal di jalan Pedati. Keluarga Euis merupakan keluarga terpandang. Kakek Euis merupakan orang pertama yang menemukan jasad Joni di TKP. Dalam benaknya Bambang berpikir “ada apa dengan ini semua? Apa ada hubungan antara Euis dan Joni yang tidak diketahui oleh siapa-siapa?”

Ketika Bambang hendak masuk kedalam pekarangan rumah Euis, sebuah angin bertiup sangat kencang di kuping Bambang kemudian menghilang. Saat itu Bambang kembali melihat ada secarik kertas lagi yang jatuh di tanah bertuliskan “jangan salahkan dia”. Bambang semakin bingung dengan kejadian ini semua. Apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang seharusnya Bambang cari saat ini. Kemudian tanpa berpikir panjang, Bambang kemudian masuk ke pekarangan rumah Euis.

Dalam ketukan kedua, terdengar suara Euis yang hendak membuka pintu. Euis yang membuka pintu terkaget melihat seorang polisi datang ke rumahnya. Hanya saja, dalam hati Euis berkata “sudah saatnya”. Lalu Euis mempersilahkan Bambang untuk masuk dan mereka pun duduk bersama sambil berbincang. Dari perbincangan itu, Bambang menemukan sesuatu yang bisa membawa Bambang kepada pelaku sebenarnya.

Euis bercerita bahwa dirinya memang memiliki hubungan dengan Joni, hanya saja hubungan tersebut ditentang habis oleh keluarga Euis, alhasil mereka pun menjalani hubungan secara diam-diam. Sampai pada satu waktu, Kakek Koswara mengetahui bahwa Euis masih berhubungan dengan Joni. Kakek mengancam Joni dan Euis, bahwa jika mereka masih terus berhubungan, Joni akan dibunuh.

Bambang yang mendengar cerita tersebut terhenyak kaget. Tidak pernah menduga bahwa ada orang yang membenci Joni. Joni tidak pernah menjadi sosok yang menyebalkan. Namun ternyata Kakek Koswara menyimpan dendam terhadapnya.

Euis dilarang berhubungan dengan Joni dikarenakan profesi Joni yang hanya seorang tentara, sedangkan keluarga Euis merupakan keluarga terpandang yang memiliki bisnis di berbagai sektor di Bandung. Euis sendiri telah dijodohkan oleh Kakek Koswara dengan seorang pengusaha. Orangtua Euis telah meninggal dunia akibat kecelakaan perang, untuk itu Euis tinggal bersama Kakek Koswara dan Nenek yang tengah sakit-sakitan.

Setelah selesai berbincang dengan Euis, Bambang pun kembali ke kantor polisi dengan persasaan campur aduk. Apa yang harus dilakukan Bambang untuk mengungkap kebenaran ini? Bagaimana cara membuktikan bahwa Kakek Koswara lah dalang dari kematian Joni? Ditengah kerumitan yang terjadi, Bambang dikagetkan dengan sesosok yang tiba-tiba saja muncul dihadapannya. Joni menampakan dirinya didepan Bambang, kemudian tersenyum penuh makna. Seakan ingin berterima kasih telah menemukan siapa dalam dibalik pembunuhan dirinya.

Malam pada saat Joni diculik, di hutan yang gelap itu, ada sebuah mobil lainnya parkir tak jauh dari TKP pembunuhan Joni, dari dalam mobil itu keluarlah Kakek Koswara dengan sebuah tembakan ditangannya. Kakek Koswara menghampiri Joni. Joni yang sudah tahu bahwa akan tiada saat itu, hanya mengatakan satu hal “terima kasih”, kemudian pelatuk senjata itu ditarik dan peluru pun ditembakkan. Joni tewas ditempat saat itu juga.

Joni yang menampakkan dirinya dihadapan Bambang, mengatakan pada Bambang “tolong jaga dia”, lalu sosok Joni pun menghilang. Bambang yang tersentak, kemudian tanpa pikir panjang langsung kembali ke rumah Euis. Namun semua telah terlambat. Euis telah mengakhiri hidupnya dengan cara menggantung diri di pekarangan belakang rumahnya. Euis meninggalkan sepucuk surat yang ditujukkan kepada Bambang yang berisikan :

Pak Bambang, maafkan Euis, Euis tidak sanggup untuk hidup sendiri tanpa Joni, Euis minta tolong, ungkap kematian Joni, tangkap Kakek Koswara dan para ajudannya. Mereka yang telah membunuh Joni dengan kejam. Terima kasih.

Bambang kemudian memanggil polisi lain dan ambulans. Jasad Euis segera dibawa ke Rumah Sakit untuk diperiksa. Catatan bunuh diri yang ditinggalkan Euis segera diamankan oleh petugas. Satu-satunya bukti untuk menangkap Kakek Koswara adalah surat ini. Kakek Koswara menyembunyikan kejahatan kejinya dengan sangat baik.

Kakek Koswara yang mengetahui cucu satu-satunya telah tiada, kemudian menjadi sangat menyesali perbuatannya. Dia tidak menyangka bahwa Euis akan melakukan tindakan senekat ini. Kakek Koswara yang dipanggil oleh kepolisian untuk diperiksa kesaksiannya pun, tidak membantah lagi pada saat ditanya mengenai kematian Joni. Kakek Koswara kemudian dijebloskan kedalam penjara, karena keterlibatannya dalam pembunuhan Joni. Kakek Koswara tidak diberikan izin untuk menghadiri pemakaman Euis yang dilaksanakan keesokan harinya.

Bambang yang hadir di pemakaman, melihat sosok Joni dan Euis yang sedang bergandengan tangan. Mereka berdua terlihat sangat bahagia, disamping mereka juga terdapat kedua orangtua Euis yang sudah terlebih dahulu menghadap sang ilahi. Bambang hanya tersenyum melihat mereka berempat, kemudian pergi meninggalkan pemakaman untuk kemudian kembali bertugas.

error: Content is protected !!