Pada awal mula turun perintah salat, umat Islam melakukannya dengan kiblat ke arah Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa) di Yerusalem. Namun Nabi Muhammad menerima wahyu untuk memindahkan kiblat ke arah Ka’bah di Masjidil Haram, Mekkah. Peristiwa itu terjadi pada tahun ke-2 Hijriyah hari Senin bulan Rajab sewaktu dhuhur Rasulullah SAW sedang salat, yang menjadi surah Al Baqarah ayat 144. Perintah itu berbunyi:
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Alkitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
Wahyu ini turun di Masjid Masjid Qiblatain, yang artinya Masjid Dua Kiblat. Masjid ini terletak di tepi jalan Khalid ibn al-Walid, yang menuju Universitas Madinah. Masjid ini dulunya dikenal dengan nama Masjid Bani Salamah, karena masjid ini dibangun di atas bekas rumah Bani Salamah. Masjid ini dibangun oleh Sawad ibn Ghanam ibn Ka’ab selama tahun 2 H (623 M).
Selain karena menjadi tempat turunnya wahyu, masjid ini populer karena memiliki dua mihrab (relung yang menunjukkan arah kiblat dan umumnya menjadi tempat imam memimpin salat) ke dua arah berbeda. Namun pada masa pemerintahan Raja Fahd, raja Arab Saudi ke lima, masjid ini dipugar tahun 1988 dan mihrab yang mengarah ke Yerusalem dihilangkan. Renovasi ini dibantu oleh Abdel-Wahed El-Wakil, arsitek ternama dari Mesir.
Tanah di sudut tenggara tempat masjid ini memiliki perbedaan level, sehingga arsiteknya membangun sub-basemen yang berfungsi sebagai tempat wudhu. Di sebelah utara yang permukaan tanahnya lebih rendah, dibangun ruang salat yang dinaikkan satu lantai. Ruang salat terdiri dari serangkaian lengkungan yang menopang kubah-tong yang sejajar dengan dinding kiblat. Kubah-kubah ini dipotong oleh dua kubah yang membentuk poros ke arah Mekah. Kubah utama di selatan dibangun di atas jendela jendela clerestory (deretan jendela tinggi di atas permukaan mata) yang memungkinkan cahaya masuk tepat di atas mihrab. Yang kedua, kubah palsu, dihubungkan dengan yang pertama oleh sebuah kubah kecil untuk melambangkan transisi dari satu kiblat ke kiblat lainnya. Di bawahnya, terdapat replika mihrab ruang bawah Kubah Batu di Yerusalem untuk mengingatkan jamaah akan mihrab tertua yang masih ada dalam Islam.
Featured Image: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Masjid_al-Qiblatain.jpg