Jika kau dan aku tidak pernah ditakdirkan untuk bersatu.

Lalu kenapa kita ditakdirkan harus bertemu?

***

Alea buru-buru menghapus air matanya. Ia tidak ingin Mahesa menangkap basah dirinya menangisi perjalanannya ke Tanah Sriwijaya.

Petualangannya bersama Balaputradewa bukanlah sesuatu yang mudah ia lupakan. Alea masih terkenang dengan tawa renyah sang raja serta hiruk pikuk masyarakat wanua.

Apakah tidak ada kesempatan baginya untuk membalas budi Balaputradewa?

Alea sungguh berharap dapat bertemu dengan titisan Raja Sriwijaya itu. Keturunan yang memiliki tanda lahir yang sama dengan Balaputradewa.

Gadis itu kembali menitikkan air mata. Ia ingin mencari titisan Balaputra. Tapi apakah mungkin? Bagaimanapun ia sudah terlanjur berjanji pada Mahesa. Dewa itu telah melarangnya untuk membahas apapun yang terkait dengan perjalanan waktu Alea ke masa lalu.

Gadis itu memeluk Nobi bersaudara, ketiga kucing peliharaannya yang memiliki kekuatan supranatural.

Mereka berempat bersembunyi di balik down blanket Alea yang hangat. Sudah beberapa hari ini, Jakarta diterpa hujan deras. Udara yang dingin sungguh tidak cocok dengan Jakarta, batin Alea. Moodnya memburuk. Perasaannya semakin tidak menentu.

Gadis itu mendesah panjang. Ia tidak tahu cara mengobati rasa bersalah sekaligus kerinduannya terhadap Sriwijaya. Alea pun mencoba memejamkan mata. Berharap dinginnya udara dapat membantunya tertidur lelap.

 “TRALALA TRILILI TRALALA TRILILI”

Jeritan suara alarm bekernya membuat gadis itu terpaksa merangkak keluar dari ranjang. Sambil menggerutu kesal, Alea mematikan jam beker tuanya.

“Nona,” panggil Sobi sambil menggosok mata. Kucing itu rupanya ikut terbangun. Ia kemudian menjilati wajah kedua saudaranya dengan penuh kasih sayang.

“Nona sudah lapar?” tanyanya penuh perhatian.

Kucing itu dengan sigap turun dari ranjang. Ia berjalan pelan ke dapur dan mengeluarkan beragam sayur mayur dari kulkas. Sejak Alea mengira mereka adalah kelinci, ketiga kucing ajaib itu pun jadi terbiasa memakan sayuran. Kini makanan favorit mereka adalah parutan wortel dan lobak.

Sobi mencuci sayuran sarapan mereka bertiga dengan bersih. Ia lalu menyajikan empat porsi salad untuk sarapan mereka semua.

“Terima kasih Sobi sayang!” ujar Alea sambil menyeduh teh panas. Sobi dan saudara-saudaranya telah lama ia andalkan untuk membantu urusan rumah tangga.

Mendengar suara piring yang diletakkan di meja makan, Kobi dan Sobi pun terbangun. Mereka berdua buru-buru turun dan membantu saudaranya untuk menyiapkan sarapan pagi.

Saat Kobi tengah menata piring-piring, Sobi pun iseng menyalakan TV di ruang tengah. Kucing itu terpana. Berita hari ini membuatnya terkejut.

“Wah, ada kebakaran di area Harmoni” seru Sobi mengulang kata-kata sang pembawa berita.

“Wah, seram sekali…. tujuh orang luka bakar karena ledakan gas di restoran” lanjut Kobi dengan wajah tercengang.

Alea tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Sendok yang ia pegang pun jatuh ke lantai. Gadis itu buru-buru berlari ke depan TV. Wajahnya dipenuhi kecemasan. Ia segera mencari berita di saluran TV lain,  memastikan bahwa kebakaran tersebut memang benar terjadi.

Ia pun terduduk lemas ketika salah satu stasiun TV mempertontonkan area pertokoan yang hangus terbakar api.

Restoran dengan tulisan Selera Kita.

Restoran dengan spanduk besar yang berwarna merah darah.

Pemandangan tersebut tidak asing baginya.

Tadi pagi, ia melihat restoran dan bangunan-bangunan di area pertokoan tersebut di mimpinya.

Alea meremas remote TV. Tangannya dipenuhi keringat dingin. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres. Ini bukan kali pertama mimpinya jadi kenyataan. Namun yang membuat Alea cemas adalah frekuensi mimpi yang menghantuinya setiap hari. Dua hari yang lalu, ia mendapatkan mimpi mengerikan mengenai jatuhnya seorang pria dari bangunan yang tinggi.

Gadis itu nyaris pingsan ketika mendengar berita mengenai seorang artis ibukota yang lompat bunuh diri dari lantai 20.

Alea mengusap wajahnya berulang kali.

Ia berharap kali ini mimpinya hanya sebuah kebetulan semata. Namun lokasi area pertokoan itu benar-benar sama dengan mimpinya tadi pagi.

Alea meraih teh omija yang ia letakkan di meja. Ia menghirup aroma segar dari teh tradisional Korea tersebut untuk membantunya menenangkan diri.

“Kebetulan, ya semua pasti hanya kebetulan,” gumam gadis itu meyakinkan diri.

Pikirannya ternyata masih kusut. Alea masih belum bisa menemukan benang merah dari kejadian-kejadian aneh yang ia alami.

Seluruh mimpinya tidak memiliki keterkaitan langsung dengan dirinya. Lalu kenapa ia harus mengalaminya, tanya Alea bingung.

***

Sssst… ssttt… sstt… sstt…

Langlunglang… langlunglang….

(Aku menemukannya. Aku menemukan manusia yang bisa menyelamatkan rajaputra).

“Alea?”

Suara lembut Pak Frederick, atasan Alea, membangunkan gadis itu dari tidurnya.

Alea pelan-pelan membuka mata. Ia terkejut dengan kehadiran Pak Frederick di hadapannya.

Ia spontan berdiri dari kursi, meminta maaf atas keteledoran yang ia lakukan.

Di dalam hati, Alea tidak percaya bahwa ia bisa sampai tertidur di atas meja kerjanya. Ia yang terkenal dengan etos kerjanya yang tinggi, tidur di tempat kerja?

Alea tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Ia malu dengan keteledorannya.

“Maaf Pak, saya janji tidak akan mengulanginya lagi.”

Pak Frederick tersenyum tipis. Tentu saja ia tidak akan menyalahkan Alea. Ia justru khawatir jika bawahan favoritnya itu terlalu letih bekerja.

“Nggak apa-apa kalau lelah tidur aja sebentar,” hibur pria berambut putih itu.

Alea menggeleng. Ia membetulkan kursinya dan menunjukkan pose siap bekerja.

“Ya sudah, silahkan dilanjutkan. Jangan dipaksa ya.” Pria itu kemudian meminta office boy kantor agar membuatkan kopi untuk Alea. Ia jadi cemas dengan raut kusut yang ditunjukkan oleh Alea. Apakah ia sedang masalah pribadi, tanya Pak Frederick dalam hati.

Sementara itu, Alea tertegun lama di depan komputernya. Ia teringat mimpi yang barusan dilihatnya.

Siapa sosok yang tadi muncul di mimpinya? Alea gelisah. Mantra-mantra aneh tadi kembali terngiang di telinganya.

Bulu kuduknya berdiri. Alea tahu bahwa mantra yang tadi didengarnya mengandung sesuatu yang berbahaya. Perasaannya semakin tidak tenang. Ia berharap dapat menemukan sebuah petunjuk mengenai mimpi-mimpi anehnya.

Alea menepis kegundahannya dengan membaca dokumen-dokumen lama yang tersimpan di meja.

Ada sebuah proyek penting yang tengah ia kerjakan. Namun beberapa hari ini ia mengalami kebuntuan ide.

“Benar lebih baik aku menenggelamkan diri dalam kesibukan,” gumam Alea sambil membaca proyek-proyek terdahulunya. Ia berharap dapat menemukan inspirasi yang menyegarkan.

Tang! Tang! Tang!
Jam besar yang tergantung di dinding kantor berbunyi.

Tanpa disadari Alea, petang pun tiba.

Bel yang merupakan sebuah tanda jam pulang 17.30 WIB telah berdentang. Rekan-rekan kerja Alea segera merapihkan meja. Mereka tidak sabar untuk menikmati istirahat setelah seharian bekerja keras.

Alea memasukkan buku notesnya ke dalam tas. Ia ingin membaca ulang catatan-catatannya di dalam taksi online yang akan membawanya pulang ke rumah.

***

Rasa kantuk kembali mendera Alea. Gadis itu tidak ingat bagaimana ia akhirnya bisa jatuh tertidur di dalam taksi onlinenya.

Samar-samar ia mendengar sebuah suara mantra.

Langlunglang…. langlunglang…

Sebuah selendang berwarna hitam menghalangi pandangannya. Alea tersentak. Ada dimana dirinya, tanya gadis itu resah. Dari balik selendang ia melihat kedatangan dua sosok pria.

Keduanya berjalan ke arah Alea, namun tubuh mereka ternyata tembus pandang.

Mereka melewati Alea begitu saja, seakan gadis itu tidak pernah ada di sana.

Alea menoleh. Ia mengikuti gerakan dua pria tersebut dengan hati-hati.

Wajah mereka terlihat panik. Di tangan keduanya ada tempayan berukuran sedang. Rupanya tempayan tersebut berisikan air dan bunga segar. Langkah mereka terhenti di depan sebuah perapian. Di balik perapian tersebut, ada sesosok pria yang terbaring di atas tumpukan jerami-jerami halus. Alea terpana melihat bunga-bunga segar yang mengelilingi pria tersebut.

Siapa dia, tanya Alea penasaran.

Salah seorang dari pria tersebut berbicara dalam sebuah bahasa yang tak pernah didengar Alea. Anehnya, gadis itu mampu memahami artinya.

Aku bisa merasakan kehadirannya.

Pria di sebelahnya memberikan reaksi.

Kita harus segera membuatnya datang ke tempat ini!

Tangan pria itu kemudian merogoh tempayan yang ia pegang.

Alea tiba-tiba merasa ada sesuatu yang mencekik lehernya.  Ia mulai kesulitan bernapas. Ada sesuatu yang menghalangi jalur pernapasannya. Alea panik. Apakah sesak napasnya ada hubungan dengan ulah pria di depannya?

Sekuat apapun Alea melawan, ia tidak bisa membebaskan dirinya. Ketika ia sudah pasrah, ada cahaya yang muncul dari langit-langit. Gadis itu pun meninggalkan mimpi buruknya.

Namun antara sadar dan tidak sadar, Alea kembali melihat pemandangan yang janggal. Di hadapannya ada sebuah kecelakaan beruntun yang melibatkan seorang buronan kepolisian. Buronan tersebut rupanya memiliki pistol. Ia mengacungkan pistolnya ke wajah seorang polisi muda.

DUAR!!!!

Suara tembakan itu membuat Alea terbangun.

“Kyaaaa….” teriaknya kaget.

Jeritan Alea rupanya membuat sang supir taksi terkejut. Ia tidak bisa menginjak rem tepat waktu. BRAK!

Supir itu pun menabrak mobil yang ada di depannya. Ia langsung panik. Jujur saja, ia tidak mengira jika mobil berwarna silver itu mendadak menyalip taksinya. Semuanya berlangsung dengan cepat dan di luar kendalinya.

“Sebentar ya mbak,” ujarnya pelan. Ia meminta izin pada Alea untuk menyelesaikan insiden tersebut dengan pengemudi mobil yang ditabraknya.

Alea pelan-pelan mengintip dari jok belakang taksi. Ia memicingkan mata untuk melihat nomor plat mobil yang ditabrak sang tukang taksi.
Matanya spontan terbuka lebar saat melihat plat mobil tersebut.

Alea cepat-cepat membuka pintu taksi. Ia berlari mengejar sang supir dan menarik tangan pria paruh baya itu sekuat tenaga. “Pak, jangan pak! Bahaya, bahaya!” jerit Alea panik.

Sang supir masih belum mengerti kenapa Alea sampai bertindak seperti itu. Namun suara sirine polisi yang berhenti di belakang taksi cukup membuatnya curiga.

Wajah Alea semakin pucat. Kejadian yang sekarang ia alami sama persis dengan mimpinya barusan. Ia bersikeras menarik sang supir untuk lari kembali ke dalam taksi. Meskipun bingung, supir itu akhirnya menuruti keinginan Alea.

Gadis itu kemudian berlari ke arah mobil polisi. Ia pun memperingatkan kedua polisi itu untuk berhati-hati.

Duar!!!
Bunyi suara pistol terdengar satu kali.
Alea dapat merasakan sebuah timah panas merobek kulit lengannya. Ia jatuh tersungkur ke permukaan jalan.

Duar! Tembakan kedua pun terdengar.

Kedua polisi itu merendahkan tubuhnya. Mereka mengambil posisi yang tepat untuk membalas tembakan sang buronan.

Setelah berbalas tembakan, peluru sang polisi akhirnya berhasil menembus kaki dan tangan sang buronan. Pria dengan sejumlah tato di badannya itu pun terkapar. Timah panas yang ditembakkan oleh kedua polisi tersebut melumpuhkan gerakannya. Ia hanya bisa pasrah saat polisi meringkusnya.

Alea meringis kesakitan. Ia menatap darah segar yang mengucur deras dari lengannya. Untung saja ambulan segera datang untuk menyelamatkannya. Samar-samar Alea bisa mendengar suara jeritan sang supir taksi dan juga masyarakat sekitar yang menyaksikan kejadian tersebut.

Namun bukan jeritan mereka yang membuat Alea menjadi cemas. Bulu kuduknya seketika berdiri saat suara laki-laki pembawa tempayan tadi kembali terdengar.

(Benar!! Ini bau darahnya!! Aku tahu benar dimana kita bisa menemukannya).

Alea dapat mendengar suara sumringah pria yang lainnya.

(Gadis beraroma darah Mawar?! Cepat, kita tidak boleh sampai kehilangannya!).

Keringat dingin Alea pun memenuhi dahinya.

Kenapa mereka mencari gadis dengan aroma darah yang berbau mawar, tanyanya dalam hati.

Tentu saja Alea gundah. Gadis yang darahnya memiliki aroma seharum bunga mawar itu merujuk pada dirinya. Ya, aroma tersebut merupakan sebuah tanda khusus yang hanya dimiliki oleh para keturunan pandita suci yang berbakti pada Wangsa Syailendra, dan ia adalah salah satunya.

***

Hi Fanalea, enjoy remake The Cursed Crown Prince ya! Baca kelanjutannya eksklusif di THO!

error: Content is protected !!