Masjid Angke (sekarang dikenal dengan Masjid Al Anwar Angke) yang terletak di Kelurahan Angke, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat bisa dikatakan masjid tertua di Jakarta. Pasalnya masjid tersebut dibangun pada tahun 1761 (26 Sya’ban 1174 H). Tidak diketahui pasti siapa yang memprakarsai pembangunannya, namun dipercaya masjid tersebut dibangun oleh orang-orang Bali yang bermukim di sekitar masjid tersebut. Teori ini diperkuat oleh arsitektur masjid itu yang erat dengan kebudayaan Bali. Ujung-ujung atap masjid berbentuk sedikit melengkung ke atas, mengacu pada gaya punggel yang kerap ditemui di rumah Bali. Tahun 1804 juga tercatat kapitan (pemimpin) suku Bali bernama Mohammad Paridan menyumbangkan uangnya untuk kas masjid.

Orang Bali memang banyak bermukim di Batavia karena awalnya mereka dijadikan budak belian oleh Kompeni. Mereka dipekerjakan di tanah-tanah pertanian sekitar Batavia atau diperintahkan mengurus rumah orang-orang Belanda. Namun dalam perkembangannya, banyak juga orang Bali yang datang secara sukarela ke Batavia dengan tujuan mendaftar masuk dinas tentara Kompeni.

Namun ada pula teori lain yang meyakini bahwa Masjid Angke dibangun oleh orang Cina bernama Tan Nio, dibantu arsiteknya Syaikh Liong Tan. Teori ini diperkuat dengan adanya pemakaman kecil di area belakang masjid, di mana salah satu nisannya ditulis dalam aksara Cina “Chen men Wang shi zhi mu”, yang artinya ‘Nisan Ny. Chen yang lahir sebagai Wang’ makam serta Syaikh Liong Tan sendiri. Teori lainnya adalah masjid ini didirikan oleh Gouw Cay alias Jan Con, seorang tukang kayu keturunan Cina dari Banten yang menjadi sekretaris kapitan Cina bernama Souw Beng Kong  pada masa Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen. Dugaan ini muncul karena adanya catatan bahwa Gouw Cay memperoleh sebidang tanah di sebelah utara Angke untuk membangun masjid pada tahun 1621.

Simbol persatuan antaretnis itu ada di Masjid Jami Angke

Masjid Angke Sekarang | Sumber: https://www.tribunnews.com/ramadan/2016/06/08/masjid-angke-nama-dan-bangunannya-bernuansa-tionghoa

Selain budaya Bali, arsitektur masjid ini memperlihatkan perpaduan beberapa budaya lainya. Ciri khas budaya Jawa terlihat dari bentuk dasar bangunan yang menyerupai bujur sangkar serta atap limasan yang bersusun dua. Namun ada juga yang menilai  bentuk atap tersebut mirip atap rumah Cina. Selain itu unsur Jawa juga terpampang dari jendela-jendela kayu yang dilengkapi terali kayu bulat torak yang dibubut, serta tiang-tiang utamanya. Gaya bangunan Belanda terlihat dari daun pintu ganda, lubang angin di atas pintu, kusen-kusen pintu, dan anak-anak tangga di depan. Seiring berjalan waktu, tentu masjid ini telah mengalami renovasi. Namun bentuk aslinya masih dipertahankan hingga sekarang.

Bagian Dalam Masjid Angke | Sumber: https://ngopijakarta.com/buka-puasa-bersama-jawa-bali-tionghoa-dan-belanda-di-masjid-angke/

Selain makam Ny. Chen dan Syaikh Liong Tan, di sekitar area masjid masih banyak makam orang penting lainnya. Contohnya adalah makam Syekh Jaffar, putra Pangeran Tubagus Angke. Ada juga makam Pangeran Syarif Hamid Alkadrie yang merupakan keturunan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, pendiri Kesultanan Pontianak. Terakhir, ada makam Ibu Ratu Pembayun Fatimah, putri Sultan Maulana Hasanuddin penguasa Kesultanan Banten.

Masjid Angke, Jakarta Barat

Area Pemakaman di Masjid Angke | Sumber: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42305111

 

Featured Image: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Moskee_en_begraafplaats_in_Angk%C3%A9_Batavia_TMnr_10016512.jpg

error: Content is protected !!