Pangeran Ha memiliki seorang budak yang merupakan pemilik tanah dan tinggal di daerah Yang-ju. Dia memiliki seorang putri, tercantik dari yang cantik hingga tak ada kata yang bisa mendeskripsikan, yang dia sebut Mo. An Yun adalah seorang cendekiawan terkenal, seorang yang memiliki kecakapan dalam hal berkata-kata. Dia melihat Mo, jatuh cinta padanya dan menjadikannya istri. Pangeran Ha mendengar hal ini dan sangat marah. Dia berkata, “Bagaimana kamu, seorang budak, berani menikah dengan pria bangsawan?” Dia memerintahkan Mo agar ditangkap dan dibawa pulang, serta berniat untuk menikahkannya dengan budak lain. Begitu mengetahui ini, Mo langsung dipenuhi dengan air mata, tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya Mo berhasil melarikan diri melewati tembok dan kembali ke An. An senang sekali melihatnya; tetapi, mengingat pangeran tua itu, dia tidak tahu harus berbuat apa. Bersama-sama mereka bersumpah bahwa lebih baik mati daripada harus berpisah.

Setelah mengetahui ini, Pangeran Ha mengirim bawahannya lagi untuk menangkap Mo. Semua jejak Mo hilang sampai suatu hari ia ditemukan di mati tergantung di sebuah ruangan.

Kesedihan melanda An selama berbulan-bulan sampai suatu ketika, di bawah naungan malam, ia kembali dari Kuil Konfusianisme ke rumahnya di atas punggungan Gunung Unta. Saat itu awal musim gugur dan puncak hutan berkilauan di bawah sinar bulan. Tidak ada orang yang lewat di jalan sama sekali. Saat itu An sedang memikirkan Mo dengan penuh kerinduan dan dengan nada patah hati mengulang sajak-sajak cinta untuk mengenang Mo, ketika tiba-tiba terdengar langkah kaki lembut seolah-olah datang dari antara pohon-pohon pinus. An memperhatikan dengan cermat dan melihat Mo. An tahu bahwa Mo sudah lama mati dan tahu bahwa itu hanyalah rohnya, tetapi karena An begitu tenggelam dalam kenangan akan Mo,  tanpa ragu An berlari ke arahnya dan menggenggam tangan sambil berkata, “Bagaimana kamu bisa datang ke sini?” tapi Mo malah menghilang. An meraung dan menangis tersedu-sedu. An pun jatuh sakit. Ia mencoba makan, tetapi kesedihannya begitu besar sehingga An tidak dapat menelan. Tidak lama kemudian An meninggal akibat patah hati.

Kim Champan yang merupakan sepupu An, sering membicarakan hal ini. Yu Hyo-jang, keponakan An setelah menikah, juga menceritakan kisah itu berkali-kali. Dia berkata, “Mo setia sampai mati. Bahkan untuk seorang wanita terpelajar yang lahir dan dibesarkan dengan berbagai adat istiadat, ini adalah masalah yang cukup rumit untuk memilih mati, tetapi untuk seorang budak, yang terendah dari yang rendah, yang tidak tahu apa-apa tentang adat istiadat, kebajikan, kebenaran atau pengabdian, bagaimana dengan dia? Sampai akhir, karena cinta kepada suaminya, dia berpegang teguh pada kemurniannya dan mengakhiri hidupnya tanpa cela. Bahkan di antara orang-orang yang setia di antara orang-orang dahulu, apakah ada yang lebih baik dari Mo?”

Featured Image: https://id.pinterest.com/pin/779967229193652638/

error: Content is protected !!