‘Tjerita Njai Dasima’ (Cerita Nyai Dasima) merupakan novelet (novel pendek) karya Gijsbert Francis tahun 1896. Kisah ini mengambil latar waktu 83 tahun sebelum novelet tersebut diterbitkan, tepatnya tahun 1813. Sebagian orang menganggapnya sebagai kisah nyata, seperti Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Lembaga Kebudayaan Betawi, Yahya Andi Saputra. Namun ada juga yang menganggapnya fiksi belaka, seperti pakar sastra dari Universiti Malaya, Umar Junus. Pasalnya novelet ini ditulis berdasarkan sumber ingatan dan cerita orang lain.

Novelet ini mengisahkan seorang gadis pribumi rupawan bernama Nyai Dasima dari Kampung Kuripan yang menjadi istri simpanan seorang bangsawan Eropa bernama Edward W, yang lebih sering disebut sebagai Tuan W. Meskipun berbeda agama, Nyai Dasima seorang muslim sementara Tuan W penganut Nasrani, mereka hidup bahagia di rumah mereka yang berlokasi di Gambir, Batavia. Bahkan mereka dikaruniai seorang putri yang dinamai Nanci.

Namun Samiun, seorang tukang tadah barang curian yang telah beristrikan Hayati, ingin menjadikan Nyai Dasima istri keduanya. Ia pun menghasut Mak Buyung agar memanas-manasi Nyai Dasima agar jangan mau terus hidup bersama ‘orang kafir’. Mak Buyung pun akhirnya mengajak Nyai Dasima meninggalkan Tuan W.

Setelah berbagai bujukan, Dasima pun terpengaruh dan ingin berhenti jadi ‘Nyai’ (istri tidak sah). Ia meninggalkan Tuan W beserta putrinya dan menikahi Samiun. Kehidupannya pun berubah 180 derajat. Dasima sendiri diperlakukan seperti budak oleh Hayati dan ibunya Saleha. Dasima pun mulai menyesal dan menuntut cerai serta dipulangkan ke rumah orang tuanya.

Emosi, Samiun berkata akan memulangkan Dasima dengan syarat ia harus menyerahkan semua harta pemberian Tuan W, dan tidak diperkenankan membawa apa pun selain baju yang dipakainya saat itu. Dasima ikut naik darah karena ternyata motif Samiun menikahinya bukan karena agama, melainkan harta. Ia mengancam akan melaporkan Samiun ke aparat yang merupakan teman dekat Tuan W.

Kalap atas ancaman Dasima, Samiun pun memerintahkan seorang preman untuk membunuhnya. Mayat Dasima kemudian di buang ke kali. Sayangnya peristiwa ini disaksikan anak Mak Musanip beserta istrinya. Jasad Dasima kemudian ditemukan tersangkut di tangga dekat kali tempat mandi keluarga Tuan W. Pembantu Tuan W pun menemukannya dan segera melapor ke majikannya. Tuan W pun melaporkan penemuan ini ke polisi. Anak Mak Musanip turut bersaksi hingga akhirnya para pelaku ditangkap.

Kepopuleran novelet ini menyebabkan kisahnya sering diangkat dalam lenong, kesenian teater tradisional yang dibawakan dalam bahasa Betawi. Salah satu faktor kepopulerannya adalah novelet ini sangat kental dengan nuansa kolonialisme yang anti-pribumi dan anti-Islam. Pada tahun 1929 kisah ini pun pertama kali diangkat ke layar kaca dengan judul ‘Njai Dasima’. Film ini diproduksi oleh Tan’s Film dan disutradarai oleh Lie Tek Swie. Tokoh Nyai Dasima sendiri diperankan oleh N. Noerhani.

Featured Image: https://news.detik.com/berita/d-5317433/nyai-dasima-tragedi-cinta-dan-bujukan-berbalut-agama/3

error: Content is protected !!