Setu (danau) Babakan merupakan salah satu tempat rekreasi populer di Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Selain berfungsi sebagai penampung air resapan untuk area Jakarta Selatan, danau ini juga menjadi pusat Perkampungan Budaya Betawi, sesuai dengan SK Gubernur DKI  Nomor 92 tahun 2000. Keputusan ini sebagai bentuk usaha pelestarian warisan budaya Betawi, yang semakin tergerus modernisasi.

Konon di danau buatan seluas 30 hektare kedalaman 1-5 meter ini memiliki banyak ‘penunggu’. ‘Penunggu’ ini dalam berbagai cerita rakyat disebut siluman alias makhluk halus yang tinggal dalam komunitas dan menempati suatu tempat. Para siluman ini menjalankan kehidupan sehari-hari layaknya kita manusia hidup dan juga mengenal peradaban. Salah satu penunggu di Setu Babakan yang terkenal adalah Siluman Buaya Putih.

Ilustrasi Joko dan Siti | Sumber: jakarta.go.id

Dahulu ada sepasang kekasih bernama Siti dan Joko. Meski tulus saling mencintai, ayah Siti tidak merestui hubungan mereka karena Joko hanya seorang petani miskin. Joko pun meminta izin Siti untuk pergi merantau dengan harapan dapat mengubah peruntungannya. Setelah kepergian Joko, Siti dengan sabar menantinya kembali. Namun setelah tiga tahun menunggu, Joko tak kunjung pulang. Ayah Siti pun berniat menjodohkan putrinya dengan seorang duda kaya dari kampung sebelah. Siti berusaha menunda perjodohan tersebut dengan berbagai alasan, namun pada akhirnya ia tak punya pilihan lain. Patah hati dan putus asa, Siti memutuskan untuk menenggelamkan dirinya ke Setu Babakan. Para ‘penunggu’ yang telah terlebih dulu tinggal di sana merasa kasihan pada nasib Siti dan mereka pun mengubahnya menjadi Siluman Buaya Putih. Siti kerap menampakkan dirinya kepada pasangan kekasih yang berbuat tidak senonoh di sekitar danau tersebut dan menjadikan mereka mangsa.

Legenda Buaya Putih Danau Setu Babakan - Histori

Buaya Putih | Sumber: Histori.id

Di Indonesia kehadiran buaya putih memang sering dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistis. Meskipun begitu kondisi kulit buaya putih ini sebenarnya dapat dijelaskan secara ilmiah. Kondisi tersebut disebut hipomelanisme, yaitu kondisi rendahnya pigmen melanin pada kulit. Kondisi ini bisa jadi diwarisi si buaya secara genetik, namun bisa juga terjadi selama masa inkubasi telur. Bila sarang tempat sang induk menyimpan telur-telurnya terlalu panas, sangat mungkin terjadi penyimpangan dalam pembelahan sel dan menyebabkan mutasi warna atau pola yang berbeda pada kulit bayi buaya. Penyimpangan warna atau pola kulit inilah yang kemudian menyebabkan si buaya kesulitan berkamuflase dengan lingkungan sekitar hingga rentan terhadap serangan predator lainnya. Maka dari itu jarang ada buaya putih yang dapat bertahan hidup hingga dewasa, sehingga tak heran kehadirannya sering disangkut-pautkan dengan sosok siluman.

Featured Image: https://dolanyok.com/setu-babakan/

error: Content is protected !!