Toko Merah adalah salah satu bangunan peninggalan zaman kolonial Belanda yang terletak di tepi barat Kali Besar, Kota Tua Jakarta. Toko Merah dibangun di atas lahan seluas 2.471 meter persegi pada tahun 1730 oleh Gustaaf Willem baron van Imhoff, Gubernur-Jendral Hindia-Belanda ke-27. Gedung ini memiliki 16 ruangan di lantai dasar, 8 buah di utara, 8 buah lainnya di selatan. Di lantai dua ada empat buah kamar dan di lantai tiga ada lima buah kamar. Awalnya gedung ini dijadikan kediaman oleh Gustaaf Willem baron van Imhoff.
Kepemilikan gedung ini sempat berubah-ubah setelah masa jabatan Gubernur-Jendral Hindia-Belanda ke-27 berakhir. Gedung ini digunakan untuk mengakomodasi Gubernur-Jendral Hindia-Belanda lainnya hingga tahun 1786. Mulai saat itu gedung ini digunakan sebagai hotel.
Lantas dari mana sebutan Toko Merah muncul? Ini karena seorang kapitein dari Cina bernama Oey Liauw Kong membeli gedung tersebut dan menjadikannya kediaman sekaligus toko. Kata ‘merah’ merujuk pada warna tembok depan bangunan yang bercat merah hati. Cat itu tertempel langsung pada permukaan batu bata yang tidak diplester. Interior dalam bangunan tersebut serta ukiran-ukirannya juga berwarna merah hati.
Namun ada juga yang mengatakan bahwa kata ‘merah’ mengacu pada peristiwa Geger Pacinan yang terjadi Oktober 1740. Dalam peristiwa ini masyarakat Cina yang merasa tertindas melakukan pemberontakan terhadap Belanda, dan sebagai balasannya mereka dibantai habis-habisan. Gedung ini dipercaya sebagai tempat pembantaian tersebut. Bahkan diyakini sebagai tempat penyekapan gadis-gadis muda sebelum disiksa sampai mati. Banyak mayat orang Cina ditemukan bertebaran di Kali Besar sehingga menyebabkan permukaan air berubah jadi warna merah.
Pembantaian ini bahkan dicatat oleh George Bernhard Schwarz, seorang bangsawan dari Jerman dalam buku berjudul ‘Hal-Hal Luar Biasa’ yang terbit tahun 1751. Dengan bangga ia menceritakan pembunuhan yang ia lakukan terhadap tetangganya sekeluarga yang keturunan Cina padahal ia tak memiliki masalah dengan mereka dan sebelumnya memiliki hubungan yang baik. Menurutnya ada sekitar 24 ribu korban orang Cina yang terdiri dari laki-laki, wanita, anak-anak, orang tua, dan pasien rumah sakit dalam peristiwa Geger Pacinan tersebut. Meskipun begitu Keterangan jumlah korban ini dibantah oleh Pemerintah Belanda, yang hanya mengakui korban sekitar lima hingga sepuluh ribu jiwa.
Hingga kini Toko Merah masih terkenal dengan keangkerannya meski telah beralih fungsi sebagai gedung pertemuan dan galeri komersial. Warga sekitar mengaku sering mendengar suara teriakan dan tangisan wanita, serta suara langkah prajurit dan suara-suara aneh lainnya yang mirip penyiksaan. Banyak pula saksi mata yang mengaku melihat sosok wanita bergaun putih panjang sering berjalan di area tersebut, bahkan terkadang warga melihat penampakannya di balik jendela gedung.
Featured Image: http://jakarta-tourism.go.id/visit/blog/2013/10/toko-merah-glodok